Senin, 04 Januari 2010

MENGENAL LEBIH DEKAT IMANUEL KANT




FILSUF MODERN
IMANUEL KANT (1724-1804)

A.    RIWAYAT HIDUP
Imanuel Kant lahir di Konogsberg di Prusia (sekarang Kalinigrad di Rusia) pada tanggal 22 April tahun 1724. Ia belajar kurang lebih semua mata pelajaran dan menjadi dosen untuk ilmu pasti, ilmu alam, hukum, teologi, filsafat dan masih banyka yang lainnya pada tahun. Setelah menyelesaikan kuliah di Universitas Konigsberg dan menjadi tutor di beberapa keluarga aristocrat, Kant mengajar di almamaternya itu. Dia menjadi dosen selama lima belas tahun, mengajar dan menulis tentang metafisika, logika, etika, dan sains-sains ala. Dalam sains, dia memberikan kontribusi yang signifikan tetapi pada masa itu tidak banyak diketahui, khususnya dalam fisika, astronomi, geologi, dan meteorologi.
Pada 1770, dia diangkat jadi Guru Besar Logika dam Metafisika di Konigsberg, dan pada 1781 dia menerbitkan karya terpentingnya, Critique of Pure Reason. Karya ini membuka bidang-bidang studi dan masalah-masalah baru pada zaman ketika kebanyakan orang bersiap-siap untuk pension. Namun bagi Kant, masa dua puluh tahun itu merupakan masa kerja keras tak kenal lelah disertai prestasi yang tak tertandingi.
Prestasinya yang laik dicatat adalah karya-karya terpentingnya berikut in: Prolegomena to Any Future Metaphysics (1783), Idea for a Universal Histosy (1784), Fundamental Principles of the Metaphysics of  Morals (1785), Metaphisical Foundation of  Natural Science (1986), edisi kedua Critique of Pure Reason (1787), dsb.
Filsafat yang dipelajari oleh Kant adalah filsafat Leibniz dan Wolff, yang sangat rasionalistis, dogmatis, dan spekulatif. Kant menolak jenis berpikir ini, dia mulai suatu “filsafat kritis” yang tidak mau melawati batas-batas kemungkinan-kemungkinan pemikiran manusiawi. Pada Kant metafisika menjadi suatu ilmu, yaitu “ilmu tentan batas-batas pemikiran manusia”. Dan dalam metafisika Kant filsafat modern memuncak. Rasionalisme dan empirisme sekarang dipersatukan dan diatasi dalam suatu sintesis. Sintesis yang merupakan titik pangkal suatu periode baru ini disebut “idealisme”.
Kant meninggal pada 12 Februari 1804 di Konigsberg. Kepibadian Kant, atau setidaknya cukup terkenal .Kebanyakan orang yang tidak mengenal Kant tahu bahwa orang-orang di Konigsberg selalu melihatnya berjalan-jalan setiap sore pada jam yang sama.
Konon, kehidupan Kant sangat teratu seperti teraturnya kata kerja beraturan. Namun, seorang penulis Jerman, Johann Gottfried Herder memberikan gambaran kepribadian Kant yang lebih mendekati kebenaran, tidak suka menonjolkan keilmuannya, Prussian, dan Puritan.
“Saya sangat beruntung karena mengenal seorang filosof, dia guru saya. Masa muda dan masa tuanya sarat dengan kebahagiaan. Dahinya yang lebar, seolah-olah dia ditakdirkan untuk terus berpikir, menunjukkan kebahagiaandan suka citanya yang sangat tenang. Kata-katanya yang kaya pengetahuan mengalir dari bibirnya. Dia suka melucu dan melontarkan humor-humor yang cerdas. Kuliah-kuliah yang disampaikannyan sangat memikat. Dia membicarakan Leibniz, Wolff, Baumgarten, Crusius dan Hume secara sangat fasih. Dia juga meneliti hukum-hukum alam temuan Kepler, dan fisikawan-fisikawan lainnya. Dia sangat menguasai karya-karya terbaru Rousseau…dan penemuan-penemuan mutakhir dalam sains. Dia mengkaji semuanya dan senantiasa memaparkan pengetahuan tentang alam semesta dan moralitas manusia tanpa bias”. Dan walaupun Kant sangat kecil dan lemah, produktivitasnya sangat besar.


B.     TULISAN-TULISAN TERPENTING
1781_Kritik der reinen Vernunft (Kritik atas rasio murni)
1788_Kritik der praktischen Vernunft (Kritik atas rasio praktis)
1790_Kritik der Urtheilskraft (Kritik atas daya pertimbangan)
1785_Grundlegung zur Methaphysik der Sitten (Pondamen metafisika moral)
1793_Die Religion innerhalb den Grenzen der blossen Vernunft (agama didalam  batas-batas hanya rasio saja).
1797_Methaphysik der Sitten (Metafisika moral)

C.    PIKIRAN-PIKIRAN POKOK
a.      Pancaindeera, akal budi, rasio.
Sampai sekarang kita bertemu dengan empirisme, yang mementingkan pengalaman inderawi dan rasionalisme yang menekankan peranan rasio. Pada Kant istilah rasio mendapat arti yang berbeda daripada arti biasa.
Kant membedakan tiga unsur : akal budi (Verstand), rasio (Vernunft), dan pengalaman inderawi. Rasio merupakan sesuatu dibelakang akal budi dan pengalaman inderawi.
b.      Titik pangkal.
Kant mencoba mempersatukan antara rasionalisme dan empirisme. Ia memperlihatkan bahwa pengetahuan merupakan hasil kerjasama dua unsur : pengalaman inderawi dan keaktifan akal budi. Pengalaman inderawi merupakan unsur a-posteriori (yang datang kemudian), akal budi merupakan unsur a-priori (yang datang lebih dulu). Empirisme dan rasionalisme hanya mementingkan satu dari dua unsur ini, sehingga hasilnya setiap kali berat sebelah. Kant memperlihatkan bahwa pengetahuan selalu merupakan sebuah sintesis.
c.       Revolusi kopernikan ke subyek
Sebelum Kant, filsafat lebih dipandang sebagai proses berpikir dimana subyek atau aku mengarahkan diri kepada subyek (“dunia”, benda-benda). Kant mengatakan mulai sekarang, obyek harus mengarahkan diri kepada subyek. Perubahan ini disebut “revolusi kopernikan kepada subyek”. (kopernikus adalah ahli astronomi yang untuk pertama kali bahwa bumi berputar mengelilingi matahari, dan tidak sebaliknya, seperti yang diajarkan pada abad pertengahan).
Yang revolusioner dalam pendekatan Kant adalah bahwa dia tidak lagi mulai dari obyek-obyek, melainkan dari subyek. Struktur subyek sendiri di selidiki.
d.      Kritik atas rasio murni
Dalam tulisan kritik atas rasio murni, Kant membedakan tiga macam pengetahuan :
·         Pengetahuan analitis
·         Pengetahuan sintesis a-posteriori
·         Pengetahuan sintesis a-priori
Pengetahuan analitis : disini predikat sudah termuat dalam subyek. Predikat diketahui melalui suatu analisa subyek. Misalnya : saya tahu secara langsung, berkat suatu “analisa” mengenai subyek “lingkaran”, bahwa lingkaran ini “bulat”.
Pengetahuan sintesis a-posteriori : disini predikat dihubungkan dengan subyek berdasarkan pengalaman inderawi. Misalnya kalimat “hari ini sudah hujan”, merupakan suatu hasil observasi inderawi, atau a-pasteriori ; “sesuadah” observasi saya, saya bisa mengatakan bahwa S adalah P.
Pengetahuan sintesis a-priori : disini mulai kesulitan. Karena disini dipakai suatu sumber pengetahuan yang sekaligus bersifat a-priori dan a-posteriori. Akal budi dan pengalaman inderawi disini dibutuhkan serentak. Ilmu paasti, ilmu pesawat, ilmu alam, bersifat sintetis a-priori. Kalau saya tahu bahwa 10+10 adalah 20, bahwa aksi=reaksi, atau bahwa E=mc2, memang terjadi sesuatu yang sangat istimewa. Untuk menerangkan itu dibutuhkan suatu analisa struktur seluruh proses pengetahuan. Dan itu diberi dalam kritik atas rasio murni.
Dalam proses pengetahuan dapat dibedakan unsur-unsur ini :
·         Benda-benda an sich
·         Benda-benda yang menjadi obyek
·         Ruang dan waktu
·         Dua belas kategori dari akal
·         Tiga ide
·         “Aku yang sedang berpikir", pusat proses pengetahuan
Benda-benda pada dirinya sendiri, an sich, tentu saja ada, tetapi tidak dapat saya selidiki. Saya hanya mengamati benda-benda sejauh mereka menjadi “obyek”,”gejala”, atau “fenomena” bagi saya.
Yang diamati oleh panca indera itu “gejala-gejala”. Keliri sekali bila orang mengira bahwa gejala dan benda an sich sama saja.
Yang diamati itu masuk kedalam dua bentuk a-priori ruang dan waktu. Saya melihat dan mendengar sesuatu didalam rangka ruang dan waktu. Kalau saya mengamati laut, saya mengamati ombak gelombang, ukur-ukuran, suatu ritme, suatu frekuensi, dan itu dilihat dan didengar berkat suatu “rangka a-priori” dalam diri saya sendiri.
Signal dari pancaindera, yang sudah diterjemahkan dalam rangka ruang dan waktu, masuk bidang akal, yaitu dua belas kategori, yang dapat dibandingkan dengan dua belas “antenc” atau “corong” : kuantitas (kesatuan-kebanyakan-keseluruhan), kualitas (realitas-negasi-limitasi), relasi (substansi dan aksiden-aksiden-sebab dan akibat-interaksi), modalitas (mungkin/tak mungkin, ada/tiada-kepeerluan/kebetulan). Kategori-kategori ini dari akal bersifat “a-priori”. Karena saya tidak melihat “sebab dan akibat”, melainkan saya hanya “menarik kesimpulan” bahwa kategori ini disini berlaku.
“di belakang” akal saya masih ada tiga ide yaitu “Tuhan”,”jiwa”,dan “dunia”, atau “bidang rasio”,”bidang vernunft”. Ide-ide ini hanya bersifat “indikasi-indikasi kabur”, petunjuk-petunjuk pemikiran (seperti juga “barat” dan “timur” merupakan indikasi-indikasi ; “timur” an sich tidak dapat diamati). Kant ini menamai ketiga ide ini “ide teologis”, “ide psikologis”, dan “ide kosmologis”. Ketiga ide ini sangat penting. Ketiga ide menciptakan kesatuan dalam pengetahuan. Tentu saja kosmos, jiwa dan Tuhan juga merupakan kenyataan. Namun Tuhan, jiwa dan dunia terlalu besar untuk akal kita.
Seluruh analisa mengandaikan sutau “subyek”, suatu aku-yang-sedang-berpikir. Analisa mengandaikan seorang “pemilik” bentuk-bentuk a-priori ruang dan waktu, kategori-kategori dan ide-ide.
e.       Kematian metafisika tradisional
Kata Kant, pengetahuan selalu bersifat “sintesis”. Pengetahuan inderawi merupakan sintesis hal-hal dari luar dan dari bentuk-bentuk ruang dan waku didalam saya. Pengetahuan dari akal merupakan sintesis dari data inderawian sumbangan dari kategori-kategori. Pengetahuan tentang Tuhan, jiwa dan dunia merupakan sintesis dari bidang kategori-kaategori dan ketiga ide dan rasio. Pertanyaan-pertanyaan tentang Tuhan, jiw dan dunia adalah yang paling penting. Namun, pengetahuan dalam bidang ini  sangat berbeda dari pengeatahuan inderawi dan pengeatahuan akal budi.
Akal-akal budi kita menghubungkan konsep-konsep, sehingga terjadi pernyataan-pernyataan, proposisi-proposisi. Rasio kita menghubungkan pernyataan-pernyataan tadi sehingga terjadi kesimpulan-kesimpulan. Rasio menciptakan suatu rangka besar, berkat ketiga idenya, tetapi keaktifan rasio itu hanya bersifaat “berpikir” dan tidak “mengerti”. Kesalahan metafisika tradisional terletak dalam pendapatnya bahwa kosmolgi, psikologi, dan teologi falsafah menghasilkan pengetahuan.
Kant mengatakan bahwa metafisika tidak bersifat pengetahuan. Dan untunglah, kaarena katanya saya harus menggali pengetahuandari bawah, untuk menciptakan ruang bagi iman.
Sekarang juga terjawablah pertanyaan bagaimana mungkin pengetahuan a-priori itu terjadi. Ilmu pasti merupakan suatu sintesis dari suatu analisa sebuah obyek (misalnya “garis lurus”) dan dari ruang (ilmu ukur) atau waktu (menghitung). Saya tidak membutuhkan pengalaman inderawi disini! Anggapan tentang ruang itu didalam saya sendiri, “a-priori”. Demikian juga waktu, ritme, terdapat didalam saya sendiri. Saya bisa menghitung dan mengukur dengan mata tertutup.
f.       Kritik  atas rasio praktis
Kritik atas rasio murni dilengkapi dengan kritik atas rasio praktis. Kritik menjawab pertanyaan “apa yang dapat saya ketahui?”, kritik kedua menjawab “apa yang harus saya buat?”. Tindakan-tindakan saya berdasarkan kaidah-kaidah. Kant membedakan :
·         Maksim-maksi : kaidah-kaidah yang berlaku secara subyektif
·         Undang-undang : kaidah-kaidah yang berlaku secara umum, obyektif
·         Imperatif hipnotis : berlaku secara umum sebagi syarat untuk mencapai sesuatu. Kalau mau “x” lalu harus dilakukan “y”.
·         Imperatif kategoris : berlaku secara umum, selalu dan dimana-mana. Imperaatif kategoris tidak membutuhkan argumentasi. Imperatif ini “berlaku begitu saja”: “kamu harus” dan “kamu bisa karena kamu harus”. Imperatif kategoris ini mendapat nama buruk ketika dipraktekkan oleh tentara jerman (perintah adalah perintah). Pedoman untuk memutuskan bagaimana saya harus bertindak dalam situasi yang tidak jelas (maka dalam bidang-bidang maksim-maksim) itu menurut Kant berbunyi sebagai berikut : maksim-maksim saya harus bersifat demikian rupa sehingga maksim-maksim ini bisa menjadi undang-undang umu. Maka saya harus mempertimbangkan: kalau semua orang dalam situasi ini bertindak seperti saya, apakh itu sesuatu yang baik atau tidak.
Tujuan etika adalah kebaikan, dan kebaikan harus menghasilkan kegahagian sempurna. Tidak dapat disangkal bahwa didunia ini kebaikan moral sering sama sekali tidak menghasilkan kebahagiaan. Sering sekali kebaikan justru dibalas dengan kejahatan. Oleh sebab itu kata Kant,  kita terpaksa menerima tiga postulat, tiga syarat atau tuntutan yang memungkinkan hubungan antara kebaikan moral dan kebahagiaan sempurna. Ketiga syarat itu adalah :
·         Kebebasan
·         Imortalitas jiwa
·         Adanya Tuhan
Berlakunya ketiga syarat ini dapat dibuktikan. Ketiga syarat ini hanya merupakan suatu “kepercayaan” yang berdasarkan akal praktis. Karena dalam tindakan etis saya mengalami bahwa tindakan ini hanya mungkin kalau saya menerima ketiga postulat ini.
Kritik atas rasio praktis sering dikritik. Ada pemikir-pemikir yang mengatakan bahwa melalui rasio praktis Kant memasukkan lagi apa yang baru saja “dikeluarkannya” melalui kritik atas rasio teoritis. Adanya misalnya tidak dapat dibuktikan secara teoritis  menurut Kant, tetapi secara praktis harus diterima.
g.      Kritik atas daya pertimbangan
Kritik ketiga dari Kant berbicara tentang peranan perasaan dan fantasy. Kritik atas daya pertimbangan dimaksudkan sebagai jembatan antara kedua kritik lain. Seorang hakim, kata Kant , memutuskan bagaimana yang umum (undang-undang) berlaku dalam situasi khusus (terdakwa). Maka dia mencari titik temu antara yang umum dan yang khusus.
Kita juga bertindak demikian, terutama dalam fantasi dan perasaan. Kita memutuskan apakah suatu obyek (yang khusus) cocok dengan kaidah-kaidah umum didalam kita. Kita “memutuskan” apakah sesuatu “berguna”, “indah”,”enak” atau “baik”. Didalam kita ada kaidah-kaidah yang dihubungkan dengan unsur-unsur dari luar. Juga disini terdapat suatu sintesis, suatu pertemuan antara sesuatu dari luar. Ketiga kritik dari Kant memperlihatkan tiga pararel :
·         Kritik pertama : sintesis pengalaman inderawi + akal
·         Kritik kedua : sintesis tndakan pribadi + kaidah-kaidah umum
·         Kritik ketiga : sintesis kesan-kesan dari luar + penilaian subyektif
h.      Agama didalam batas-batas rasio melulu.
Dari tulisan-tulisan Kant yang lain masih harus disebut agama didalam batas-batas rasio melulu. Walaupun Kant seorang saleh, agama-agama tradisional bagi dia tidak begitu penting. Kant mengatakan, kemuliaan Tuhan berbicara melalui dua hal  yaitu langit yang berbintang diatasku dan undang-undang moral dalam diriku. (coelum stellatum supra me, lex moralis intra me). Teks ini tertulis diatas kuburan Kant. Agama yang berdasarkan pengetahuan itu menurut Kant sama sekali tidak mungkin. Agama itu hanya berdasarkan tindakan. Agama datang sesudah etika, sebagai hasil dari tindakan dan pikiran etis. Dari tindakan etis timbul beberapa pertimbanagan (ketiga poatulat) yang merupakan titik pangkal agama. Kata Kant, macam-macam agama yang berbeda telah tumbuh sebagai cara-cara untuk mewarnai agama yang sungguh (yang hanya satu) dengan macam-macam anggapan. Kalau agama-agama dibersihkan dari anggapan ini, “agama moral” akan muncul lagi. Untuk itu dibutuhkan penyelidikan kritis terhadap agama.
D.    PENGARUH
Kedua garis besar dalam sejarah filsafat jaman modern, rasionalisme dan empirisme, saling bertemu dalam filsafat Kant. Pikiran Kant merupakan suatu sintesis yang sekaligus berarti titik akhir rasionalisme dan empirisme. Seperti sering terjadi dalam sejarah filsafat, sintesis dari jenis hany terdapat dari pemikir yang sangat besar. Sesudah dia sintesisnya pecah lagi. Hasil pemecahan pemikiran Kant menghasilkan dua aliran baru : idealisme dan positivisme. Idealisme (Fichte, Schelling, dan Hegel) menekankan unsur kesadaran. Idealisme melanjutkan pikiran Kant bahwa subyek memberi struktur kepada kenyataan. Idealisme berbicara tentang “aku”,”kebebasan”,dan “sejarah”. Positifisme melanjutkan skeptisisme Kant. Namun positifisme mulai memainkan peranan penting setelah perkembangan idealisme yaitu sekitar tahun 1850. Kecuali dalam positifisme dan idealisme, pengaruh Kant juga masih terdapat dalam “neokantianisme” (Cohen, Natorp, Cassirer, Rickert, dan Vaihinger) yang berkembang sekitar tahun 1900.
PENCIPTAAN ALAM SEMESTA DARI KETIADAAN

Dalam bentuk standarnya, teori Dentuman Besar (Big Bang) mengasumsikan bahwa semua bagian jagat raya mulai mengembang secara serentak. Namun bagaimana semua bagian jagat raya yang berbeda bisa menyelaraskan awal pengembangan mereka? Siapa yang memberikan perintah?
(Andre Linde, Profesor Kosmologi.)
2


Seabad yang lalu, penciptaan alam semesta adalah sebuah konsep yang diabaikan para ahli astronomi. Alasannya adalah penerimaan umum atas gagasan bahwa alam semesta telah ada sejak waktu tak terbatas. Dalam mengkaji alam semesta, ilmuwan beranggapan bahwa jagat raya hanyalah akumulasi materi dan tidak mempunyai awal. Tidak ada momen "penciptaan", yakni momen ketika alam semesta dan segala isinya muncul.
Gagasan "keberadaan abadi" ini sesuai dengan pandangan orang Eropa yang berasal dari filsafat materialisme. Filsafat ini, yang awalnya dikembangkan di dunia Yunani kuno, menyatakan bahwa materi adalah satu-satunya yang ada di jagat raya dan jagat raya ada sejak waktu tak terbatas dan akan ada selamanya. Filsafat ini bertahan dalam bentuk-bentuk berbeda selama zaman Romawi, namun pada akhir kekaisaran Romawi dan Abad Pertengahan, materialisme mulai mengalami kemunduran karena pengaruh filsafat gereja Katolik dan Kristen. Setelah Renaisans, materialisme kembali mendapatkan penerimaan luas di antara pelajar dan ilmuwan Eropa, sebagian besar karena kesetiaan mereka terhadap filsafat Yunani kuno.

Filsuf Jerman, Immanuel Kant adalah orang pertama yang mengajukan pernyataan "alam semesta tanpa batas" pada Zaman Baru. Tetapi penemuan ilmiah menggugurkan pernyataan Kant.

Immanuel Kant-lah yang pada masa Pencerahan Eropa, menyatakan dan mendukung kembali materialisme. Kant menyatakan bahwa alam semesta ada selamanya dan bahwa setiap probabilitas, betapapun mustahil, harus dianggap mungkin. Pengikut Kant terus mempertahankan gagasannya tentang alam semesta tanpa batas beserta materialisme. Pada awal abad ke-19, gagasan bahwa alam semesta tidak mempunyai awal- bahwa tidak pernah ada momen ketika jagat raya diciptakan-secara luas diterima. Pandangan ini dibawa ke abad ke-20 melalui karya-karya materialis dialektik seperti Karl Marx dan Friedrich Engels.
Pandangan tentang alam semesta tanpa batas sangat sesuai dengan ateisme. Tidak sulit melihat alasannya. Untuk meyakini bahwa alam semesta mempunyai permulaan, bisa berarti bahwa ia diciptakan dan itu berarti, tentu saja, memerlukan pencipta, yaitu Tuhan. Jauh lebih mudah dan aman untuk menghindari isu ini dengan mengajukan gagasan bahwa "alam semesta ada selamanya", meskipun tidak ada dasar ilmiah sekecil apa pun untuk membuat klaim seperti itu. Georges Politzer, yang mendukung dan mempertahankan gagasan ini dalam buku-bukunya yang diterbitkan pada awal abad ke-20, adalah pendukung setia Marxisme dan Materialisme.
Dengan mempercayai kebenaran model "jagat raya tanpa batas", Politzer menolak gagasan penciptaan dalam bukunya Principes Fondamentaux de Philosophie ketika dia menulis:
Alam semesta bukanlah objek yang diciptakan, jika memang demikian, maka jagat raya harus diciptakan secara seketika oleh Tuhan dan muncul dari ketiadaan. Untuk mengakui penciptaan, orang harus mengakui, sejak awal, keberadaan momen ketika alam semesta tidak ada, dan bahwa sesuatu muncul dari ketiadaan. Ini pandangan yang tidak bisa diterima sains.
Politzer menganggap sains berada di pihaknya dalam pembelaannya terhadap gagasan alam semesta tanpa batas. Kenyataannya, sains merupakan bukti bahwa jagat raya sungguh-sungguh mempunyai permulaan. Dan seperti yang dinyatakan Politzer sendiri, jika ada penciptaan maka harus ada penciptanya.
BEBERAPA PANDANGAN KANT DALAM MATEMATIKA
Sistem filsafat Kant dikembangkan dibawah pengaruh filsafat rasionalis yang diwakili oleh Leibniz dan filsafat empiris yang diwakili oelh Hume, dan dengan kesadarannya berlawanan dengan keduannya Hume dan Leibniz membagi semua proposisi kedalam kelas yang eksklusif, yakni proposisi analitis dan faktual. Kedua filsuf memandang proposisi matematis sebagai analitis. Bagaimanapun Leibniz dan Hume sangat berbeda dalam hal proposisi faktual. Hume tidak bicara banyak tentang matematika murni. Dengan demikian polemik Kant ditujukan kepada Leibniz.
Kant membagi proposisi kedalam tiga kelas. Pertama proposisi analitis, seperti Leibniz (yakni proposisi yang negasinya kontrakdiksi). Proposisi non analisis disebutnya proposisi sintesis, Kant membedakannya menjadi dua kelas yakni yang empiris atau aposteriori dan yang nonempiris atau apriori.
Proposisi sintesis aposteriori berganntung pada persepsi indera. Dalam sebarang proposisi aposteriori, jika benar, harus melukiskan persepsi indera yang mungkin (balpoin saya hitam), atau secara logis berimplikasi pendeskripsian persepsi indera (semua burung gagak adalah hitam). Sebalikknya proposisi sintesis apriori tidak tergantung pada persepsi inderawi. Proposisi-proposisi demikian perlu dalam arti bahwa sebarang proposisi didunia fisis, mereka ini juga harus benar. Dengan kata lain, proposisi sintesis apriori adalah syarat perlu bagi kemungkinan pengalam objektif.
Jadi Kant membagi proposisi sintesis apriori menjadi dua kelas yaitu intuitif dan diskursif. Intuitif terutama berkaitan dengan struktur persepsi dan justifikasi perseptual. Diskursif dengan pengurutan fungsi dari pengertian umum. Contoh dari diskursif, proposisi sintetik apriori adalah prinsip sebab akibat. Semua proposisi matematika murni adalah masuk dalam kelas proposisi sintesis apriori.
Kant tidak setuju dengan pandangan pada matematika murni yang menjadikan persoalan definisi atau entitas terpostulatkan berada dibawahnya. Baginya, matematika murni bukanlah analitis, ia adalah sintesis apriori, sebab ia terkait (mendeskripsikan) ruang dan waktu. Jawaban Kant terhadap persoalan sifat matematika murni dan terapan dapat secara kasar dirumuskan sebagai berikut.
Proposisi dalam aritmetika dan geometri murni adalah proposisi yang perlu. Meskipun proposisi-proposisi itu adalah sintesis apriori, bukan analitis. Sintesi, sebab proposisi-proposisi itu tenntang struktur ruan dan waktu seperti terlihat oleh papa yang dapat dikonstruksi didalamnya dan apriori sebab ruang dan waktu adalah kondisi invarian (tak berubah) dari sebarang persepsi objek fisik. Proposisi-proposisi dalam matematika terapan adalah aposteriori sepanjang proposisi-proposisi ini tentang persepsi materi empiris dan apriori sepanjang proposisi-proposisi itu mengenai ruang dan waktu. Matematika murni memiliki kondisi untuk dirinya struktur ruang dan waktu yang bebas dari materi empiris. Matematika terapan memiliki isi untuk dirinya sendiri struktur ruang dan waktu dengan materi yang mengisinya.



DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hakim Atang, Saebani Ahmad. 2008. Filsafat Umum. Bandung : CV Pustaka Setia
Andrei Linde, "The Self-Reproducing Inflationary Universe", Scientific American, vol. 271, 1994, hlm. 48, diambil pada tanggal 23/12/2009
Sukarjono. 2004. Filsafat dan Sejarah Matematika. Jakarta : Universita Terbuka
referensi : http://watudhakon.info dan id.wikipedia.org/wiki/Immanuel_Kant







TERNYATA PANGLIMA ADALAH SEBUAH KATA

Setelah dipahami dengan jelas, ternyata judul diatas bermakna ambigu. Pemahaman saya yang pertama adalah benar bahwa “panglima” memang hanya sebuah kata, kemudian pemahaman saya yang kedua berkaitan dengan panglima sebagai seorang penguasa yang biasa digunakan dalam istilah peperangan. Namun, Untuk menjelaskan pernyataan ini secara lebih mendalam, saya akan menganalogikan “panglima”  dengan berbagai macam bentuk diantaranya adalah dengan menguraikan secara singkat sejarah  Patih Gadjah Mada, hakekat Pancasila, dan hakekat UUD 1945.
Sejarah singkat Patih Gadjah Mada
Gajah Mada ialah salah satu Patih, kemudian Mahapatih, Majapahit yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya.
Ia memulai karirnya di Majapahit sebagai bekel. Karena berhasil menyelamatkan Prabu Jayanagara (1309-1328) dan mengatasi Pemberontakan Ra Kuti, ia diangkat sebagai Patih Kahuripan pada 1319. Dua tahun kemudian ia diangkat sebagai Patih Kediri.
Pada tahun 1329, Patih Majapahit yakni Aryo Tadah (Mpu Krewes) ingin mengundurkan diri dari jabatannya. Ia menunjuk Patih Gajah Mada dari Kediri sebagai penggantinya. Patih Gajah Mada sendiri tak langsung menyetujui. Ia ingin membuat jasa dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan Keta dan Sadeng yang saat itu sedang melakukan pemberotakan terhadap Majapahit. Keta & Sadeng pun akhirnya takluk. Patih Gajah Mada diangkat sebagai patih di Majapahit (1334).
Pada waktu pengangkatannya ia mengucapkan Sumpah Palapa, yakni ia baru akan menikmati palapa atau rempah-rempah yang diartikan kenikmatan duniawi jika telah berhasil menaklukkan Nusantara.

Walaupun ada sejumlah (atau bahkan banyak) orang yang meragukan sumpahnya, Patih Gajah Mada memang hampir berhasil menaklukkan Nusantara. Bedahulu (Bali) dan Lombok (1343), Palembang, Swarnabhumi (Sriwijaya), Tamiang, Samudra Pasai, dan negeri-negeri lain di Swarnadwipa (Sumatra) telah ditaklukkan. Lalu Pulau Bintan, Tumasik (Singapura), Semenanjung Malaya, dan sejumlah negeri di Kalimantan seperti Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalingga (Tanjunglingga), Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kandangan, Landak, Samadang, Tirem, Sedu, Brunei, Kalka, Saludung, Solok, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjungkutei, dan Malano.
Melihat sejarah singkat patih Gadjah Mada diatas, tidak dapat di pungkiri bahwa Gadjah Mada adalah seorang panglima perang kerajaan Majapahit yang hampir dapat menaklukan seluruh daerah di Nusantara ini. Dan sampai saat ini, nama Patih Gadjah Mada yang sangat terkenal pada jaman kerajaan Majapahit sebagai panglima perang ini hanya tinggal nama saja. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa “panglima hanyalah sebuah kata”.
Hakekat Pancasila
Dalam hal ini pancasila akan saya analogikan sebagai sebuah panglima bagi Negara Indonesia.
Pada tahun 1918, Bung Karno baru berumur 17 tahun, beliau masih sangat muda tetapi sudah tumbuh kesadarannya, sudah bergelora gerak jiwanya, dan sudah berniat untuk berjuang apapun resikonya, ingin mencarikan phylosofi atau dasar pandangan hidup bagi bangsanya kalau Indonesia nanti merdeka. Bung Karno sudah meyakini bahwa “suatu bangsa akan mendapatkan kejayaannya kalau bangsa itu telah menemukan phylosofinya”. Akhir tahun 1929, Bung Karno sudah mengumumkan dan mensosialisasikan filasafat nasional tersebut supaya dimengerti dan dipahami oleh bangsa Indonesia. Kalau Indonesia nanti merdeka di dasari oleh dasar negara yang diberi nama oleh Bung Karno Tri Sila, yaitu :
1.Sosio Nasionalisme

2.Sosio Demokrasi
3. Ketuhanan atau Dasar Iman,
Kemudian para pendiri negeri ini menyiapkan dasar negara pada tanggal 1 Juni 1945, di depan sidang BPUPKI pidato Bung Karno diterima secara aklamasi sebagai Dasar Negara Indonesia dengan nama Pancasila.1 Juni 1945 sebagai tonggak sejarah yang tidak boleh kita lupakan oleh bangsa Indonesia, sebagai Hari Lahir Pancasila.
Pancasila itu mendasari apa ?
Pancasila sebagai dasar atau fundamen, sedangkan bangunannya adalah negara. Negara akan kukuh kuat apabila fundamennya kuat. Fundamen bangunan Indonesia yang disebut Pancasila itu bagaimana ? Ini perlu dicamkan baik-baik ! Ini diperuntukkan bagi setiap warga negara Indonesia, karena ini dasar negara Republik Indonesia yang harus dipahami oleh setiap warga negara Indonesia.
Setiap warga negara Indonesia diwajibkan untuk memahami dasar negaranya. Ini harus ditetapkan menjadi TAP MPR sebagai ketetapan rakyat supaya, “setiap warga negara Indonesia wajib mengerti dan memahami dasar negara Pancasila, bagi yang menolak dan tidak mengakui dasar negara Indonesia diusir dari negara Indonesia, karena dia bukan warga negara Indonesia”. Ini harus diangkat sebagai wajib kewarganegaraan !

Mengapa Pancasila mejadi Dasar Negara ?
Hal ini memang patut dipertanyakan bagi kita semua yang memikirkan masalah negara, yang mencintai negeri ini, dan yang dibenaknya menanyakan Pancasila itu seperti apa ? Pancasila itu bagaimana ?
Bangsa-bangsa didunia mempertanyakan mengapa Indonesia mempunyai dasar negara Pancasila. Ini spesifik, khusus Indonesia ! Bangsa-bangsa lain datang ke Indonesia ingin tahu tentang Pancasila. Mereka harus bertanya kepada siapa ?
Sekarang ini kita berharap, mengharapkan Rahmat Illahi, Rahmat Yang Maha Kuasa untuk mengantar Para Pemuda dan Generasi Penerus Perjuangan Bangsa “supaya mengangkat Pancasila ke Permukaan Persada Bumi Pertiwi Indonesia, dan dapat dimengerti oleh setiap warga negara”. Sampaikanlah ini kepada segenap bangsa Indonesia khususnya kepada pemuda dan generasi penerus perjuangan bangsa Indonesia, sebagai generasi yang bertanggung-jawab atas baik dan buruknya bangsa ini.

Pancasila itu hanya nama, Trisila itu hanya nama, Ekasila itu hanya nama, jadi jangan bikin masalah dengan nama. Yang kita permasalahkan adalah Dasar Negara. Jangan mempermasalahkan lahirnya Pancasila, tapi masalahkanlah apa sebetulnya kejiwaan yang terkandung didalam Pancasila sebagai Dasar Negara.
Pancasila adalah dasar atau ideologis suatu negara sedangkan bangunanya adalah sebuah negara. Suatu negara akan dapat berdiri kuat jika fondasi juga kuat. Namun pada kenyataannya, akhir-akhir ini, pancasila hanyalah sebuah dasar yang negara memiliki nilai hampa. Apa yang terkandung didalam pancasila sudah tidak diperhitungkan lagi sehingga pancasila hanyalah sebuah kata pada era saat ini. Nilai-nilai yang terkandung dalam tubuh pancasila seolah-olah hanya hiasan yang terkandung didalam tubuhnya. Pancasila hanyalah sebuah kata, jika saya analogikan pancasila dengan sebuah panglima bagi negara Indonesia maka panglima pun hanya sebuah kata.

Hakekat UUD 1945
Pada kesempatan ini, saya akan menanalogikan UUD 1945 sebagai “panglima”.
Pembukaan UUD 1945 memberikan acuan yang jelas mulai dari asas pendirian negara sampai ke dasar dan tatanan penyelenggaraannya. Dalam pelaksanaannya memang akan sangat dipengaruhi oleh jiwa dan semangat penyelenggaranya. Untuk menghindari bias-bias yang dapat menimbulkan ketersesatan dalam pelaksanaannya diperlukan pemahaman yang mendalam, jujur dan sungguh-sungguh. Disamping itu, agar pemahaman kita benar-benar utuh, maka harus difahami pula makna Pancasila sebagaimana diuraikan oleh Penggalinya, Bung Karno.
Dari alur pikiran yang kita runut dalam Pembukaan UUD 1945, dapat kita tangkap bahwa perjuangan bangsa Indonesia adalah sebuah revolusi besar kemanusiaan yang berangkat dari Tuntutan Budi Nurani Manusia (the Social Conscience of Man), dan akan dilaksanakan melalui tiga tahapan revolusi, yaitu:
1.      Mencapai Kemerdekaan Penuh, artinya bangsa Indonesia, seperti halnya bangsa-bangsa lain di dunia, akan berdiri tegak sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, berdasarkan tiga prinsip kemerdekaan : berdaulat dibidang politik, berdaulat dibidang ekonomi dan berkepribadian dibidang kebudayaan.
2.      melalui gerbang kemerdekaan itu akan dibangun Sosialisme Indonesia di dalam negara kesatuan yang demokratis, yaitu masyarakat gotong royong yang adil-makmur material dan spiritual dalam suatu kehidupan bangsa yang beradab.
3.      untuk menjaga tegaknya Kemerdekaan Penuh dan tetap terselenggaranya Sosialisme Indonesia, harus dibangun tata kehidupan Dunia Baru yang adil dan beradab berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Masyarakat dunia yang saling hormat menghormati, dunia baru tanpa ada penindasan bangsa atas bangsa maupun manusia atas manusia.
Untuk membangun moral serta elan vital revolusioner guna mendukung tercapainya cita-cita luhur tersebut, harus dilaksanakan pembangunan bangsa dan kepribadiannya (nation and character building) melalui aksi multi-dimensi oleh seluruh eksponen bangsa. Pancasila adalah landasan filosofis yang merupakan dasar dan acuan perjuangan.
Dengan mencermati semakin dalam makna yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, semakin terasa betapa luhurnya cita-cita bangsa Indonesia, cita-cita untuk membangun peradaban bangsa dan umat manusia.
Namun pada kenyataannya saat ini, UUD 1945 sepertinya hanya berisi nilai luhur tanpa ada aplikasi yang jelas. UUD dijadikan sebagai pedoman hidup dalam melaksanakan roda pemerintahan, apapun itu yang berkaitan dengan pelaksanaan pemerintahan harus sesuai dengan amanah yang terkandung dalam UUD 1945. Hanya saja pelaksanaan pemerintahan saat ini kadanag-kadang tidak sesuai dengan amanah yang tertulis pada UUD 45, hal ini terjadi karena para pelaku lebih mengutamakan kepentingan individu dan golongan daripada kepentingan rakyat. Dari uraian ini, dapat kita tarik bahwa UUD 1945 hanyalah sebuah kata, yang di analogikan sebagai “panglima” maka “panglima” pun hanya sebuah kata pula.
Kesimpulan : yang pertama “panglima” memang benar hanyalah sebuah kata kemudian yang kedua jika panglima itu dianalogikan dengan sesuatu yang disebut sebagai ideologi (pancasila) atau apapun itu yang dijadikan sebagai acuan hidup bernegara dan bermasyarakat, aturan-aturan pada dasarnya adalah sebuah kata.

REFERENSI












Senin, 07 Desember 2009

daftar definisi istilah filsafat

Istilah Teknis Kant

akal (reason): dalam Kritik pertama, fakultas tertinggi subyek insani, sehingga semua fakultas lainnya sub-ordinat. Akal mengabstrakkan sepenuhnya kondisi sensibilitas dan mempunyai forma arsitektonik yang siap-pakai. Kritik kedua (yang mengambil sudut pandang praktis) memeriksa forma hasrat kita dalam rangka menyusun suatu sistem yang didasarkan pada fakultas akal. Fungsi utama akal adalah praktis; walau penafsir-penafsir sering memandang bahwa yang primer adalah fungsi teoretis, Kant memandang yang terakhir ini sub-ordinat.

aposteriori (a posteriori): cara memperoleh pengetahuan dengan memanfaatkan suatu (atau beberapa) pengalaman khusus. Kant menggunakan metode ini untuk membuktikan kebenaran* empiris dan hipotetis. (bandingkan apriori)

apriori (a priori): cara memperoleh pengetahuan tanpa memanfaatkan suatu (atau beberapa) pengalaman khusus. Kant menggunakan metode ini untuk membuktikan kebenaran* transsendental dan logis. (bandingkan aposteriori)

argumen transendental (trascendental argument): metode istimewa Kant dalam pembuktian dengan mengacu pada posibilitas pengalaman; ini menyatakan bahwa sesuatu (contohnya, kategori) pasti benar karena jika itu tidak benar, maka pengalaman itu sendiri menjadi mustahil.

empiris (empirical): salah satu dari empat perspektif utama Kant, yang bertujuan memantapkan jenis pengetahuan yang sintetik dan sekaligus aposteriori. Kebanyakan pengetahuan yang kita peroleh melalui pengalaman sehari-hari, atau melalui ilmu*, adalah empiris. “Meja itu coklat” merupakan pernyataan yang khas empiris. (bandingkan transendental)

estetik (aesthetic): berkenaan dengan persepsi-indera. Dalam Kritik pertama Kant, kata ini mengacu pada ruang dan waktu sebagai syarat-perlu persepsi-indera. Setengah bagian pertama dari Kritiknya yang ketiga memeriksa kebermaksudan subyektif persepsi kita tentang obyek yang indah atau agung dalam rangka menyusun sistem penimbangan estetik. Contohnya, ia mendefinisikan keindahan* dengan menggunakan empat prinsip dasar: universalitas subyektif, kegirangan nirkepentingan, kebermaksudan nirmaksud, dan kegirangan niscaya. (bandingkan teleologis)

fenomena/fenomenal (phenomena/phenomenal): [1] obyek pengetahuan, dipandang secara empiris, dalam keadaan bisa diketahui sepenuhnya—yaitu terkondisi oleh ruang dan waktu dan kategori. [2] Alam yang berisi obyek semacam itu. Lihat juga penampakan. (bandingkan nomena/nomenal)

hipotetis (hypothetical): salah satu dari empat perspektif utama Kant, yang dimaksudkan untuk memantapkan pengetahuan yang analitik dan sekaligus aposteriori—walau Kant sendiri secara salah mengenalinya sebagai sintetik dan apriori. Kebanyakan ide metafisis dipandang dengan tepat dari perspektif ini, menggantikan perspektif spekulatif metafisika tradisional. (bandingkan logis)

ideologi (ideology): ide atau sistem* ide yang diperlakukan sebagai mitos kehidupan dan acapkali sering dipaksakan pada orang lain yang mungkin tidak menerima kebenarannya.

Kritis (Critical): metode filosofis* Kant, yang memperbedakan antara perspektif-perspektif dan kemudian menggunakan pembedaan semacam ini untuk menengahi ketegangan yang tak tercairkan. Pendekatan Kritis terutama tidak negatif, tetapi upaya untuk melerai perselisihan dengan menunjukkan bagaimana kedua pihak mempunyai ukuran kesahihan [masing-masing], segera sesudah dipahaminya perspektif mereka dengan tepat. Sistem filsafat Kritis Kant memeriksa struktur dan keterbatasan akal itu sendiri, dengan tujuan menyiapkan pondasi yang aman bagi metafisika.

material (material): aspek pasif atau obyektif sesuatu—yakni aspek yang didasarkan pada pengalaman yang dimiliki oleh subyek, atau pada obyek yang terdapat pada pengalaman semacam ini. (bandingkan formal)

metafisika (metaphysics): aspek tertinggi filsafat*, yang berusaha memperoleh pengetahuan tentang ide. Karena perspektif spekulatif tradisional gagal dalam tugas ini, Kant menyarankan perspektif baru yang hipotetis untuk metafisika. Metafisika bisa berhasil hanya bila didahului dengan Kritik. Lihat juga metafisika*.

nomena/nomenal (noumena/noumenal): [1] obyek yang dipandang sebagai memiliki realitas transenden. [2] Alam yang mengandung obyek semacam itu. (bandingkan fenomena/fenomenal)

rasional (rational): berdasarkan fakultas akal, tidak berdasarkan sensibilitas.

revolusi Copernican (Copernican revolution): [1] dalam astronomi, teori bahwa bumi berputar mengelilingi matahari; [2] dalam filsafat*, teori (yang sejalan dengan itu) bahwa subyek pengetahuan tidak diam di tempat, tetapi berputar mengelilingi (yakni secara aktif menentukan aspek-aspek tertentu dari) obyek. Dengan demikian, karakteristik formal dunia empiris (yaitu ruang dan waktu dan kategori) itu ada hanya karena benak subyek meletakkannya di situ, secara transendental.

ruang dan waktu (space and time): bila dipertimbangkan dari perspektif empiris, keduanya merupakan konteks tempat interaksi antarobyek di luar diri kita; bila dipertimbangkan dari perspektif transendental, keduanya murni, sehingga eksis di dalam diri kita sebagai kondisi pengetahuan. (bandingkan kategori)

sintesis (synthesis): perpaduan dua representasi yang berlawanan menjadi satu representasi baru, dengan pandangan menuju penyusunan tingkat realitas obyek yang baru. Filsafat* sebagai Kritik lebih banyak menerapkan sintesis daripada analisis. Tentang cara kerja sintesis di Kritik pertama, lihat imajinasi. (bandingkan analisis)

sintetik (synthetic): pernyataan atau berita pengetahuan yang kebenarannya diketahui dalam hubungannya dengan beberapa intuisi. “Kucing itu berada di atas tikar” merupakan proposisi* yang khas sintetik. (bandingkan analitik)

teleologis (teleological): berkenaan dengan maksud atau tujuan. Setengah bagian kedua dari Kritik ketiga memeriksa kebermaksudan obyektif dalam persepsi kita tentang organisme alam dalam rangka menyusun sistem penimbangan teleologis. (bandingkan estetik)

teoretis (theoretical): salah satu dari tiga sudut pandang utama Kant, yang terutama berkaitan dengan kognisi—yaitu apa yang kita ketahui, yang berlawanan dengan apa yang kita rasakan atau kita inginkan. Akal teoretis berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai pengetahuan kita tentang dunia (dunia yang hendak dipahami oleh ilmu*). Mencari sumber pengetahuan semacam itu merupakan tugas Kritik pertama, yang sebaiknya berjudul Critique of Pure Theoretical Reason. (bandingkan praktis dan yudisial)

transenden (trascendent): alam pikiran yang terletak di luar tapal batas pengetahuan nirmustahil, karena berisi obyek yang tidak bisa tersaji kepada kita dalam intuisi—yaitu obyek yang tidak bisa kita alami dengan indera kita (kadang-kadang disebut nomena). Hal maksimal yang bisa kita lakukan untuk mendekati pengetahuan tentang alam transenden adalah memikirkannya dengan menggunakan ide-ide. Lawan kata dari “transenden” adalah “immanen”.

transendental (trascendental): salah satu dari empat perspektif utama Kant, yang bertujuan memantapkan jenis pengetahuan yang sintetik dan sekaligus apriori. Ini merupakan tipe istimewa pengetahuan filsosofis, yang berkenaan dengan syarat-perlu bagi posibilitas pengalaman. Akan tetapi, Kant yakin bahwa semua subyek yang mengetahui [sudah] mengasumsikan kebenaran* transendental tertentu, entah menyadarinya entah tidak. Pengetahuan transendental menetapkan tapal batas antara pengetahuan empiris dan spekulasi tentang alam transenden. “Setiap peristiwa mempunyai sebab” merupakan proposisi* khas transendental. (bandingkan empiris)